Berhubung gw pengen bayar selang waktu yang gak diisi dengan tulisan disini, sekarang gw bakalan update my new chapter of my life, hehe…
And its began yesterday…
Satu lagi pengalaman yang mesti gw maknai dalam-dalam. Ini soal bisnis gw, bisnis yang selama ini gw curahkan semuanya.
Tak perlu diceritakan bagaimana mulanya, singkatnya di penghujung November ini rencananya beras organik yang bakalan gw jual bakal sold out. Gak tanggung, partner yang digandeng Melly Manuhutu lho. Rencana tinggal rencana, awalnya mbak melly berniat untuk membantu gw dengan membeli beras organic gw, lalu menjualnya kembali ke beberapa orang ekspatriat.
Malang tak bisa ditolak, pagi itu datang lah sms dari mbak melly. Guest what?
Sang calon pembeli yang rencananya siap membeli 4 ton beras organik gw per bulan, membatalkan niatnya karena sampel beras yang dia coba ternyata gak cocok. “Rasanya pera…”, begitu petikan sms dari mbak melly yang menceritakan bagaimana sang calon pembeli beralasan soal batalnya penjualan.
Memang bukan kesalahan saat memasak, atau salah kirim sampel. Tapi memang begitu adanya rasa beras yang gw jual. Pera tapi tidak sepera beras yang biasa digunakan nasi goreng, justru nasi hasil olahan dari beras gw rasanya enak, bahkan hampir pulen. Mungkin ini yang disebut dengan costumer power, mungkin beras ini unggul karena organik 100% (ditanamnya saja di pedalaman banten yang jauh sekali dari kota, oleh masyarakat tradisional, dan dilakukan oleh mereka secara tradisional secara turun-temurun sejak 100 tahun yang lalu). Tapi added value tetap tak berlaku lagi saat lidah yang harus menentukan… Hahaha… ironis, ironis…
Rasanya kepala ini ada di bawah kaki gw sendiri saat itu, shock berat…. Bagaimana mau tenang-tenang saja, sejumlah uang yang seharusnya bisa diperoleh raib dari depan mata. Huff...penjualan 4 ton beras per bulan yang rencananya di kontrak untuk satu tahun kedepan, batal! Nilai total kontraknya sebesar 360.000.000 gagal diraih!
Pedih rasanya berada dalam keadaan seperti ini… Makin berat dengan aneka cobaan lain sebenarnya, tapi sudahlah gak perlu diingat-ingat. Semakin kuingat-ingat, semakin sakit dan pusing rasanya kepala ini. Karena cobaan atau masalah bukan untuk diingat, tapi untuk diselesaikan.
Cobaan kadang tak tanggung-tanggung ya? Sekarang gw harus merangkak lagi, untuk ke sekian kalinya. Gagal, berarti apa? Berhenti mencoba? No way! Gw gak boleh menyerah, apa kata dunia kalau Ridwan Nugraha menyerah begitu saja. Banyak orang lain yang lebih gak beruntung, jadi harus bersyukur juga nih. Tuhan masih sayang gw, gw harus yakin itu.. Kalau gak, kenapa gw masih disini coba.
Gw sering denger, kesuksesan seseorang dinilai dari bagaimana dia bisa bangkit dari keterpurukannya yang terdalam. Jadi gw gak bakalan pernah nyerah! Gw punya cita-cita, impian dan masa depan, dan itu semua gak bakal gw lepas begitu aja….
Fight forever…! Yeah!
NB: yang lalu biar berlalu, tapi gak ad salahnya kan gw tunjukkan foto-foto sawah, lumbung dan keadaan kampung adat di pedalaman banten sana, tempat gw kerjasama dengan LSM Telapak untuk membantu menjual beras organik masyarakat adat.
BTW its really cool... here...
Salah satu sisi sawah organik yang sangat terjaga keasliannya, kearifan lokal masyarakat lah yang tetap menjaganya seperti ini.
Asri, dan benar-benar alami.
Hope still like this forever...